Paradigma Saintifik dan Non-Saintifik
Satu hal; mengapa China bisa begini berkuasa hingga Amerika pun ketakutan yaitu China telah membangun sangat kuat paradigma saintifik.
Apa itu paradigma saintifik?
untuk mudah memahaminya, paradigma saintifik sesungguhnya berinti pada kausalitas.
Nah, mengapa umat Islam kok jeblok? Ya karena penghancuran paradigma kausalitas sejak al-Ghazzali masuk panggung sejarah. Umat Islam lebih memilih al-Ghazzali daripada Ibnu Rusyd. Membuang kausalitas dan memungut non-kausalitas.
Kenapa?
Karena paradigma kausalitas itu harus kerja keras, susah payah, perlu IQ yang tinggi. Sebaliknya paradigma non-kausalitas itu mudah, enak, gampang, dan halu.
Contoh mudah paradigma saintifik (kausalitas) yang dilakukan China.
Orang China sejak kecil telah dilatih kerja keras, hidup hemat, belajar keras, belajar ekonomi (berbisnis). Karena hanya itu penyebab (kausalitas) masa depannya bisa sukses dan eksis. Sejak masih orok, mereka sudah ditanamkan paradigma saintifik (kausalitas); masa depanmu tergantung sejauh apa kamu menyiapkan dirimu. Kekuatanmu di masa depan sejauh apa kamu menyiapkannya hari ini.
Dengan paradigma ini, mereka memiliki etos kerja yang tinggi, kerja keras, belajar sungguh-sungguh dan menyiapkan banyak hal.
Ini sangat berbeda dengan paradigma non-saintfik (non-kausalitas) yang telah terinternalisasi dalam diri umat Islam yang ditambah lagi penyebaran doktrin oleh para pemuka agama.
Paradigma non-saintifik (non-kausalitas) tidak menyiapkan apa pun, tidak punya etos kerja, tidak sungguh-sungguh belajar, tidak merencanakan masa depan dengan baik, tidak berupaya totalitas. Hal ini karena adanya paradigma non-kausalitas dalam diri mereka. Bahwa semua ada campur tangan Tuhan, bukan murni kausalitas.
Maka belajar dan berupaya sungguh-sungguh tidak sepenuhnya dapat mengubah apa pun dalam hidup, karena semua akan bisa diubah oleh Tuhan tanpa kausalitas alias bim salabim.
Mau dapat hujan: tinggal salat istisqa agar Tuhan menurunkan hujan, bukan meneliti dan membuat hujan buatan.
Mau dapat panen yang bagus : ngamalin salawat fatih 4444x agar bim salabim Tuhan membuat padinya bagus, bukan meneliti di laboratorium membuat benih unggul dan padi tahan hama dan cuaca.
Maka ketika negara-negara berparadigma saintifik (kausalitas) menyiapkan masa depannya soal sains, teknologi, ekonomi; negara-negara non-saintifik (non-kausalitas) Timur Tengah tetap sibuk mengkaji ilmu abad pertengahan. Karena yakin dengan non-kausalitas, Tuhan akan mengubah keadaannya secara bim salabim.
Keyakinan non-saintifik; Tuhan sangat dekat dengan mereka dan akan mengubah secara bim salabim, abra kadabra. Sehingga tidak perlu menyiapkan apa pun dan kerja keras apa pun untuk masa depan. Yang perlu digencarkan bagaimana dekat dengan Tuhan. Toh, kalau dekat dengan Tuhan, Tuhan akan mengubah sesuatu tanpa kausalitas.
Akibat dari paradigma non saintifik (non-kausalitas) ini, ketika negara-negara maju sudah sejahtera, ekonomi kuat, memproduksi sains dan teknologi, umat Islam Sunni tetap sibuk berdebat ilmu abad pertengahan. Mereka kira, semakin disibukkan dengan itu, semakin dekat dengan Tuhan. Kalau dekat dengan Tuhan, Tuhan akan bim salabim mengubahnya.
Faktanya; umat Islam kian terpojok. Umat Islam yang jumlahnya 2 miliar ini tidak bisa membebaskan Palestina sejak 1918 (sudah 1 abad lebih). Merasa dekat dengan Tuhan yang kalau berdoa itu Tuhan menghancurkan Isrewel secara bim salabim tetap saja tidak terjadi. Bahkan, wilayah Palestina hampir hilang. Negara-negara muslim menjadi mainan negara-negara Barat.
Seruan demi seruan oleh ulama muslim tidak pernah digubris sama sekali. Mungkin seruan ulama muslim itu dianggap oleh Barat cuma kentut dalam celana. Karena Barat bisa mengukir kekuatan umat Islam. Yang paling ditakutin Barat hanya 1; China. Bekal China apa? Ya tentu saja internalisasi paradigma saintifik sejak orok dalam kehidupan orang-orang China.
Dengan penanaman paradigma saintifik itu, mereka tumbuh menjadi umat yang memiliki etos kerja yang sangat tinggi, kerja keras, melakukan kerja-kerja penelitian untuk mengubah kehidupan. Sementara umat Islam yang non-saintifik menjadi lesu, lemah dan kalah.
Kalau kalah, pasti akan berkilah;
Dunia ini nerakanya muslim dan surganya kafir. Padahal, di akhirat pun belum tentu dapat surga. Karena surga akan didapat jika orang tersebut saat di dunianya juga berkualitas.
***
Penulis : Alma'arif Arif